Sabtu, 09 April 2016

Sistem Nilai dalam Kehidupan Manusia dan Pandangan Filsafat tentang Hakekat Manusia

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdepedensi sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmani maupun rohani. Dalam proses interaksi inilah diperlukan nilai-nilai , norma, dan aturan-aturan, karena ia menentukan batasan-batasan dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Jadi dalam hubungan sosial dalam masyarakat itulah secara mutlak adanya nilai-nilai karena tiada nilai-nilai tanpa adanya hubungan sosial. Aturan hidup tersebut tidak selalu diwujudkan secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Sifatnya abstrak namun dapat dirasakan manfaatnya.
Pemikiran tentang hakekat manusia sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan tidan akak pernah berakhir.
Ternyata orang menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut pandang . ilmu yang menyelidiki manusia dari segi pisik antor pologi pisik, yang memandang manusia dari sudut pandang budaya disebut antorpologi budaya, sedangkan manusia yang memandang manusia dari sudut pandang “Ada” nya atau dari segi hakekatnya disebut antorpologi filsafat. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakekat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya berusaha dan mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar mengenai manusia yaitu apa, dari mana dan kemana manusia itu.

B.RumusanMasalah
1. Bagaimana Pengertian Nilai dalam kehidupan?
2. Bagaimana Munculnya Sistem Nilai dalam Kehidupan Manusia?
3. Bagaimana Hubungan Norma dan Nilai dalam Kehidupan Manusia?
4. Apa pengertian filsafat?
5. Bagaimana hakekat manusia dilihat dari sudut pandang filsafat?
6.Bagaimana kaitan antara filsafat, pendidikan dan manusia?

C.Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Nilai dalam kehidupan.
2. Untuk  Mengetahui Munculnya Sistem Nilai dalam Kehidupan Manusia.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Norma dan Nilai dalam Kehidupan Manusia.
4. Untuk mengetahui pengertian filsafat.
5.Untuk mengetahui hakekat manusia yang di lihat dari sudut pandang.
6.Untuk mengetahui kaitan antara filsafat, pendidikan dan manusia.
D.Manfaat
            Secara lebih kompleks makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      Penulis, sebagai acuan dalam penulisan makalah berikutnya dan menambah          pengetahuan tentang pendidikan itu sendiri.
2.      Pembaca, sebagai media informasi dalam pembelajaran mengenai peranan pendidikan.













BAB II
 PEMBAHASAN

A.    SISTEM NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Manusia adalah mahluk budaya dan mahluk sosial.Sebagai mahluk sosial manusia selalu hidup bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdependensi sesamanya.manusia saling membutuhkan sesamanaya baik jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun  kerokhaniah (sosial,cinta).
Integritas kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan dengan nilai-nilai, yakni tingkat kesadaran nilai dan mutu pelakasananya, amal perbuatan. niali-nilai didalam kehidupan manusia bahkan merupakan dunia budaya manusia.
Aristoteles (384-32 SM) mangatakan bahwa manusia itu adalah hewn barakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya yang berbicara berdasarkan akal pikiranya.
Menurut tinjauan islam, manusia adalah pribadi atau individu, yang berkeluarga dan selalu bersilaturohmi dan mengabdi kepada Tuhan. Manusia juga adalah pemelihara alam sekitar, wakil Allah SWT. Diatas permukaan bumi ini (Muntasir, 1985 : 5). Manusia dalam pandangan islam selalu berkaitan dengan kisah tersendiri, tidak hanya sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku putih, berjalan dengan dua kaki,  berbicara. Islam memandang manusia sebagai mahluk sempurna dibandingkan dengan hewan. Dan mahluk ciptaan tuhan yang lain, Karena itu manusia disuruh menggunakan akalnya dan indranya agar tidak salah memahami mana kebenaran yang sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan.
1.      Pengertian nilai
Segala sesuatu yang ada dalam semesta,langsung atau tidak langsung,disadari ataupun tidak disadari manusia,mengandung nilai-nilai tertentu.Secara umum,scope pengertian nilai adalah tak terbatas.Segala sesuatu dalam alam raya adalah bernialai.Nialai adalah seluas potensi keadaran manusia.Nilai-nilai sedemikian universal dan tak terbatas.Tetapi ada pula orang yang membatasi nilai-nilai dalam arti tertentu,yakni sebagai norma

tertentu.Seperti dinyatakan Celcius:Diamana ada masyarakat,disana ada hukum.Nilai bukan semata-mata untuk memenuhi dorongan intelek dan keinginan manusia.Nilai justru berfungsi untuk memmbimbng dan membian manusia supaya menjadi lebih luhur,lebih matang sesuai dengan martabat Human-dignity.Dan Human-dignity ini ialah tujuan itu sendiri,tujuan dan cita manusia.
2.         Bentuk dan tingkat-tingkat nilai
Manusia secara intrinsic ialah nilai itu sendiri dan merupakan tujuan itu sendiri. “nilai-nilai” yang lain selain manusia, bernilai untuk mencapai tujuan manusia, yaitu pribadi ideal. Tujuan manusia ialah kebaikan dan keluhuran manusia sendiri, tidak mengejar sesuatu yang diluar manusia.
Nilai instrumentel dapat juga dikategorikan sebagai nilai yang bersifat relative dan subyektif. Dan nilai instrinsik keduanya lebih tinggi dari pada nilai instrumental.
Ada pula para ahli yang membedakan bentuk nilai-nilai berdasarkan untuk bidang apa nilai itu efektif berfungsi. Misalnya ada nilai hukum, nilai moral, nilai ekonomi, nilai estentika, dn sebagainya.
Edward Spranger membeakan nilai berdasarkan interens pribadi manusia. Ada enam tipe manusia karena kepribadian orang itu menganggap salah satu nilai-nilai tersebut paling utama (dominan) bagi hidupnya. Nilai-nilai tersebut ialah : nilai religi, nilai ilmiah, nilai ekonomi, nilai politik, (kekuasaan, Negara) nilai estentika dan nilai sosial (nilai kemanusiaan).
Pembagian tingkat perkembangan kebudayaan manusia menurut Auguste Comte atas (1) tingkat theologies (2) tingkat metafisis (3) tingkat positif, mengandung pula pengertian tentang tingkat nilai didalam kebudayaan manusia. Bagi Comte ketiga tingkatan perkembangan itu merupakan pula hierarkhi nilai dalam kehidupan manusia, tegasnya, nilai yang paling sederhana rendah tarafnya ialah nilai theologies. Kemudian meningkat pada nilai filsafat; dan terakhir manusia tiba pada nilai tertinggi yang positif, yakni nilai pengetahuan eksakta.
Pada umumnya masyarakat menganut pendapat bahwa hierarki nilai didalam kehidupan manusia ialah identik dengan hierarki tingkat-tingkat kebenaran. Sedangkan tingkat religious, disamping merupakan tingkat integritas kepribadian yang mencapai tingkat budhi (consciencia, insane kamil), juga materi kebenaran dan kebaikan religious itu bersifat mutlak, universial dan suci.
Adapun nilai-nilai yang berwujud patriotisme, heroisme, alturuisme, kesadaran tanggungjawab, cinta sesame, demokrasi dan sebagainya adalah produk daripada kesadaran nilai yang fundamental yang bersumber pada keempat nilai dalam hierarki tersebut. Artinya, baik sebagai produk daripada salah satu, sebagian atau semuanya (keempat-empat nilai tersebut).

3.         Nilai-nilai pendidikan dan tujuan pendidikan

Menurut Noor Syam, bahwa pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang semuanya tersimpul didalam tujuan pendidikan yakni membina kepribadian ideal.

Pendidikan secara praktis tak terpisahkan dengan nilai-nilai terutama yang meliputi : kualitas kecerdasan, kerajinan, ketekunan ;bahkan nilai yang dijabarkan dalam wujud kelas (tingkat,grade), nilai berupa rank, score, marks.

Pendidikan sebagai ilmu praktis yang normative berarti menetapkan asa norma yang hendak dilaksanakan oleh proses pendidikan. Ilmu pendidikan menjadi pembimbing praktis pelaksanaan membina kepribadian manusia.

Negara dan lembaga-lembaga pendidikan umum hendaknya selalu mempertimbangkan realita bahwa manusia itu menduduki status rangkap : (1) manusia sebagai pribadi dengan nilai-nilai yang amat bersifat pribadi pula, (2) manusia sebagai warga masyarakat, warga Negara ; manusia sebagai mahluk sosial.

1.Cara penetapan tujuan pendidikan
Untuk menetapkan tujuan pendidikan,para pendidik mengapproach masalah itu meliputi:
a.Approach melalui analisa historis lembaga-lembaga sosial orang berorentasi kepada realita yang sudah ada,yang telah tumbuh sepanjang sejarah banagsa itu.
b.approach  pendekatan berdasarkan analisa ilmiah tentang realita kehidupan sekarang yang aktual.
2.Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan, baik itu pada isinya ataupun rumusanya tidak akan mungkin dapat kita tetapkan tanpa pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai pendidikan, akan lebih jelas kalau dilihat melalui rumusan dan uraian tentang pendidikan
Tujuan pendidikan biasanya dirumuskan dalam bentuk tujuan akhir,sebab tujuan akhir ini meliputi semua tujuan pendidikan.Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi.ada pula yang merumuskan  dengan kata-kata kesempurnaan.
Ada pula yang memperinci tujuan pendidikan itu dalam bentuk taksonomi yang meliputi:
a.Pembinaan kepribadian(nilai formal)
·                     Siakap(attitude)
·                     Daya pikir kritis rasional
·                     Objectivitas
·                     Loyalitas kepada bangsa dan ideology
·                     Sadar nilai-nilai moral dan agama
b.Pembiaan aspek pengetahuan praktis
c.Pembinaan potensi jasmani yang sehat dan kuat
4.Ethika Jabatan
Fungsi dan tanggung jawab mendidik dalam masyarakat hampir merupakan Kewajiban setiap warga masyarakat. Setiap warga masyarakat yang sadar akan nilai dan peranaan pendidikan bagi generasi muda, khususnya anak-anak di dalam lingkungan keluarga sendiri, akan rela mengembangkan tugas pendidik itu. Secara kodrati, atau secara naluri, atau apapun namanya, tiap orang tua merasa berkepentingan dan berharap supaya ank-anaknya menjadi manusia atau orang yang mampu berdiri sendiri.
Pengertian masyarakat tentang kewajiban mendidik itu terutama dibebankan kepada ibu rumah tangga,sebab suami (bapak) dianggap sibuk mencari nafkah. Konsepsi demikian sudah kurang tepat,  sebab dalam zaman modern ini banyak pula wanita yang turut berperan di dalam masyarakat (kegiatan sosial) bahkan banyak juga yang mencari nafkah,
Bahwa Ibu dalam mendidik anak lebih langsung, lebih mesra, lebih alamiah, dan yang pertama – sejak dalam rahim - memang ada benarnya. Tetapi bahwa ayah dengan demikian menjadi sekunder, adalah konsepsi yang keliru. Kedua orang tua tetap mengembangkan tuas mendidik yang sama menurut waktu dan kemampuan yang ada padanya. Cinta dan kewibawaan mendidik seperti di atas adalah kewi
Kaum profesional ialah mereka yang telah menempuh pendidikan relative cukup lama,mengalami latihan-latihan khusus.itulah sebabnya kehormatan mereka memepunyai konsekuensi dan kewajiban yang besar dalam arti mereka punya kewajiban-kewajiban moral yang lebih dari pada orang kebanyakan umumnya.Asas-asas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum dapat dikemukakan.
Asas-asas dimaksud misalnya;
1.         Melaksankan kewajiban dengan dasar good will atau I’tikad baik, dengan kesadaraan pengabdian.
2.         Memperlakukan siapa pun, anak didik atau pun kolega sebagai satu pribadi yang sama dengan pribadi dirinya sendiri. Manusia pada umumnya harus di anggap sebagai tujuan ; dan bukan sebagai alat untuk kepentingan siapa pun.
3.         Menghormati prestige, perasaan setiap orang

Terutama menyimpan rahasia yang berhubungan dengan kasus-kasus pribadi, hal pribadi seseorang, seperti halnya juga royal dalam menyimpan rahasia Negara, sebaliknya menghormati prestasi seseorang tanpa menyembunyikan rasa hormat, penghargaan yang sewajarnya kepada mereka yang berhak.
4.         Selalu berusaha menyumbangkan ide-ide, konsepsi-konsepsi dan karya-karya (ilmiah) demi kemajuan bidang kewajibanya (misalnya. Pendidikan). Adalah tidak susila menyembunyikan suatu penemuan ilmiah apapun, sehingga masyarakat tidak mendaptkan manfaat apapun dari pemikiranya.
5.         Akan menerima haknya semata-mata sebagai satu kehormatan, dan bukan karna vested-interens.
Kelima prinsip kode etika jabatan ini mungkin dengan modifikasi tertentu mengalami interprestasi dan re-interprasi menurut tempat, dan zaman. Hal demikian di luar wewenang filsafat pendidikan untuk menetapkan secara definitive batas-batas modefikasi itu.




B.PANDANGAN FILSAFAT TENTANG HAKEKAT MANUSIA
Manusia adalah subyek pendidikan,sekaligus juga sebagai obyek     pendidikan. Manusia dewasa yang berkebudyaan adalah subyek pendidiakn dalam arti yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi maupun anak-anak mereka, generasi penerus mereka.
Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan integritas, adalah “obyek” pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau “bahan” yang dibina.
Proses pendidikan, yang berlangsung di dalam interaksi yang pluralistis (antara-subyek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya.
Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirina sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ada ilmu pengetahuan. Ilmu jiwa (psikologis) yang mula-mula berupa ilmu jiwa metafisika dalah salah satu usaha tersebut. Manusia adalah mahluk misterius, yang unik dan penuh rahasia.
Meskipun sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiriitu relative panjang umurnya, namun prosesnya berlangsung sesudah manusia mengerti alam semesta. Artinya manusia lebih dulu mengerti atau menggangap mengerti makrokosmos, barulah manusia mengerti mikrokosmos. Manusia aktif dan gandrung untuk mengembara “menjelajah” alam yang asing dilingkungan hidupnya, benda-benda alami seperti objek “pertanyaan” dan “ objek penelitian.
Manusia sebagai subjek dihadapkan kepada fenomena bru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. Manusia mulai bertanya, siapakah atau apakah aku ini sesungguhnya. Manusia sebagai subjek menjadikan dirinya sendiri (sebagai pribadi dans ebagai keutuhan) sebagai objek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahamanya. “kenalilah dirimu!” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang ideal, khususnya amat bersifat pedagogis disamping bernilai filosofi.
Untuk mengerti dan mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukaranya; apa yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan belum representative. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa jauh lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.
Perwujudan kepribadian seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan antaraksinya dengan lingkungan hidupnya. Apa yang kita simpulkan sebagai pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia secara aktif dan terus menerus di dalam antar hubungan dan antaraksi antar sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia, yang telh berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.
Usaha manusia untuk mengerti dirinya itu adalah usaha lebih jauh, atau termaksud bidang antologi. Sebab sesungguhnya, pribadi manusia itu adalah satu yakni realita di dalam makrokosmos.
1.             PANDANGAN ILMU PENGETAHUAN TENTANG MANUSIA
Ilmu pengetahuan yang khusus menyelidiki manusia sebenarnya cukup banyak. Ada ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, ilmu kesehatan, genetika, bahkan ilmu ekonomi, ilmu politik; ada pula ilmu jiwa yang akhir-akhir ini makin berkembang. dasar
Perlu kita mengetahi bahwa ilmu-ilmu dasar (basicsocialscinsce) dan humanities ialah ilmu yang mengarahkan pusat perhatian dan orientasinya demi pengertian yang lebih baik tentng manusia dan “dunia”nya. Ilmu-ilmu itu meliputi: sejarah, ilmu bumi, ekonomi, politik, keragaman Negara, sastra dan filsafat.
Usaha ilmu dalam rangka pembinaan manusia ideal merupakan program utama di dalam pendidikan modern. Humanistic oriented atau antropocentrisme demikian adalah wajar, sebab manusia berkewajiban untuk membin dirinya sendiri baik baik sebagai pribadi, maupun sebagai keseluruhan.
Manusia tak terpisahkan dari lingkungn hidupnya, baik lingkungan alamiah, maupun lingkungan phisik/materiil; dan lebih-lebih lingkungan sosial (manusia dan nilai-nilai yang ada). Dan reaksi-reaksi itu dimaksudkan sebagai proses adaptasi dan re-adaptasi yang bertujuan supaya manusia tetep survive, tetap hidup.
Pandangan freud tentang struktur jiwa (kepribadian) merupakan kesimpulan ilmu pengetahuan (psikologi dalam) yang ada bersamanya dengan kesimpulan filsafat manusia (anthropologia-metafisika).
Bahwa struktur jiwa merupakan satu integritas tiga lapisan, yang secara teoritis analitis dapat dibedakan sebagai berikut:
a.         Bagian yang disebut das Es atau bagian dasar (the Id)
b.        Bagian jiwa yang disebut das Ich (=aku,ego)
c.         Bagian atas atau das Uber Ich (superego)

Berdasarkan anlisis atas struktur jiwa manusia atau kepribadian itu nyatalah bahwa tingkahlaku manusia bersumber dan ditentukan oleh ketiga bagian tersebut. Oleh sebab itu pengertian kita,istemewa pendidikan, wajib diperdalam untuk lebih memahami tingkah laku atau watak seseorang.

Sebagaimana kita ketahui ilmu jiwa bagi ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang amat bernilai. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa manusia didik
.
2. MASALAH ROKHANI DAN JASMANI
Mahluk manusia yang disebut dengan istilah yang bermacam-macam seperti homo faber, homo sapiens, homo rationale, animale social, mencerminkan gambaran apa yang terkandung sebagai sifat asasi manusia.
Maka tidak heran kalau sejak dulu manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan antara unsure manusia yang bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani berpendapat bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus, dan yang dapat meninggalkan badan. Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya.
Sejalan dengan problema klasik yang dinyatakan di atas, of what is man made, maka lahirlah berbagai aliran, pendapat, aliran filsafat. Akan tetapi aliran-aliran tersebut bersumber dari approach pemikiran yang sama, yaitu berpangkal pada pertanyaan; dari “bahan” apakah manusia itu berasal.
Penyelidikan atas dasar approach demikian, dapat kita anggap sebagai pendekatan yang elementer, sebab pusat perhatian dan titik sentral orientasi ialah atas unsure-unsur yang membentuk manusia. Dengn demikian asas konstruksi gestalt daropada unsure-unsur itulah yang lebih utama dibandingkan dengan unsur-unsur secara tersendiri.
Namun sebagai bahan perbandingan untuk memperkaya pemahaman kita atas manusia, ada baiknya kita ikuti uraian pokok-pokok pikiran masing-masing aliran.
1.             Aliran Monisme

Monisme ialah faham yang menggangap bahwa seluruh semesta, makrokosmos termaksud manusia sebagai mikrokosmos, hanya terdiri dari satu asas, satu zat. Faham yang mendasarkan wujud realita ini bersumber atau berbentuk dari satu zat (asas tunggal, monoisme = monisme) ini dapat dibedakan pula antara:
§   Faham metarialisme

Aliran ini, berfikir amat sederhana. Mereka berpangkal atas realita sebagaimana adanya. Bahwa segala sesuatu dalam alam ini ialah semua yang dapat di observasi, baik wujudnya maupun gerak dan tingkah lakunya. Berasarkan kenyataan itu, maka realita semesta ini pasrilah bagaimana apa yang kita lihat, yaitu semuanya adalah materi, serba zat, serba benda.

§   Faham idealisme
Termaksud didalam faham atau aliran monism yang kedua ini ialah idealisme, spiritualisme, rasionalisme. Bagi penganut aliran ini maka fungsi mental ialah apa yang nampak dalam tingkah laku : karna itu jasmani atau tubuh (materi,zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rokhani, spirit, rasio) manusia.
2.             Aliran Dualisme
Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua katagori animate dan inanimate , mahluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rokhani dan jasmani, jiwa dan raga. Penganut aliran ini tidak mempertentangkan realita benda mati di satu pihak, dengan hakluk hidup di lain pihak. Adalah memang sudah kodrat alam bahwa realita benda (zat materi) berbeda dengan asas nonmaterial, yang rokhaniah
Pengertian kita tentang kesatuan itu terutama untuk menyadari, bahwa pribadi manusia justru bukanlah sesuatu realita yang sederhana sebagaimana realita lainya didalam alam semesta ini. Pribadi manusia adalah satu totalitas, sebagai satu individu dengan kepribadian yang unik, baik sebagai umat manusia keseluruhan dan maupun sebagai satu pribadi. Penganut aliran teori dualitis ini melaksanakan prinsip psikologi pendidikan yang meliputi:
v   Asas rasional sebaga fenomena mental, atau fungsi dan aktisitas mental.
v   Asas dinamis sebagai fenomena phisik, yakni aktifitas, gerak dan tingkah laku jasmaniah

Kedua asas ini merupakan satu integritas dalam pengalaman pribadi manusia. Keduanya adalah realita manusia, manifestasi kepribadian. Dengan demikian semua aktifitas manusia merupakan hasil kerjasama asas rokhaniah dan asas jasmani. Adalah pula kenyataan, bahwa mind atau spirit merupakan sumber aktifitas, motivasi suara aktifitas.

Perbedaan-perbadaan antara aliran-aliran tersebut nampaknya amat prinsipilil. Akan tetapi karena semuanya berusaha untuk mancari pengertian tentang hakekat manusia itu demi tujuan pembinaan manusia itu sendiri, maka sebagian dari mereka berusaha pula mensintesakan semua pokok-pokok ajaran masing-masing aliran untuk tujuan pendidikan.

Persoalan rokhani jasmani akan tetap masalah hangat sepanjang sejarah berpikir umat manusia. Persoalan ini akan tetap menjadi thema utama dalam pemahaman identitas kepribadian manusia. Karena thema ini menempatkan posisi subjek sekaligus sebagai objek penyelidikan.

3.         PANDANGAN ANTHROPOLOGI METAFISIKA
Asas-asas yang disungguhkan monism dan dualisme bertolak pada analisis tentang unsur pembentuk manusia. Jadi bagaimana pun orientasi mereka tetap bersifat elementer, karena menganalisa unsure-unsur yang membentuk manusia.
Dengan demikian manusia tak hanya dianalisi secara objektif, bagaimana adanya, sebagai mana pribadi manusia. Melainkanmengerti manusia melakukan prakarsa, rasa dan karsa, bahkan juga karya dan prestasi karena dorongan-dorongan yang juga amat kompleks. Dengan demilkian memahami manusia haruslah dalam hubunganya dengan dunia manusia, yakni kebudayaan manusia secara keseluruhan.
Apa yang dimaksud dengan “dunia manusia” dalam makna yang mencakup diatas. Dalam rangka itulah kita perlu mengadakan reorintasi atas dimensi-dimensi ruang lingkup kesadaraan manusia. Hal ini akan menjadi lebih jelas dalam uraian antropologi metafisika tentang hekekat manusia.
Antropologia metafisika berkesimpulan bahwa hakekat manusia integrita antara kesadaran-kesadara, dan dapat dijelaskan secara singkat;
§    Manusia sebagai makhlu individu (individual being)

Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaraan adanya pribadi di antara segala realitas adalah pangkal segala kesadaraan terhadap segala sesuatu.

Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah satu kenyataan yang paling real dalam kesadaraan manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat orientasi, melalui instropeksi dan proyeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri sebagai subjek.

Makin manusia sadar akan dirinya sesungguhnya makin sadar manusia akan kesemestaan, karna posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta. Antar hubungan dan antaraksi pribadi itulah ilah yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi seperti hak (asasi) dan kewajiban, norma-norma moral, nilai-nilai sosial, bahkan juga nilai-nilai supranatural berfungsi untuk manusia.

Makna individualitas menurut Allport, menunjukkan wujud berdiri sendiri dan sifat otonom serta sifat unik (uniqueness) tiap pribadi (personality). Dan makna personality ialah what a man really is, dan bagaimana manusia itu dalam antarhubungan dan antraksi dengan lingkunganya.

Manusia sebagai individu memiiia hak (asasi) sebagai kodrat alami atau sebagai anugerah tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik.

§    Manusia sebagai mahluk sosial (social being)

Kesadaran diri sendiri membuka kesadaraan atas segala sesuatu sebagai realita di seamping realita subjek. Kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat kemanusiaan (human dignity) yang sederajat, maka wajarlah kita menghormati setiap pribadi.

Perwujudan kita sebagai mahluk sosial terutama Nampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orng lain. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, selalu ia hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga Negara, warga suatu kelompok kebudayaan, warga suatu aliran kepercayaan, warga suatu ideology politik dan sebagainya.

Manusia sebagaimahluk sosial disamping berarti bahwa manusia hidup bersama (gemeinschafts, kebersamaan), maka sifat interdepedensi itu merupakan watak inherent kesadaran sosial.

Hidup bersama dalam antar hubungan,antraksi dan interdepedensi itu mengandung pula konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negative. Keadaan positif dan negative ini adalah perwujudan daripada nilai-nilai dan sekaligus watak individualis manusia.

Asas sosil dalam kodrat manusia, separti juga asas individualitas adalah potensi-potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi-kondisi tertentu. Ini berarti bahwa pelaksanaan kesadarn sosial manusia hanya dimungkinkan oleh kondisi sosial itu sendiri. Artinya, jika di dalm hidup kebersamaan (sosial) itu individu kehilangan individualitasnya (hak-hak asasi), maka potensi kesadaran sosial manusia menjadi tidak maksimal.

Akan tetapi, meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur didalam identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan tidak hanya terbentuk oleh individu-individu. Bahkan integritas sosial itu akan bila mana hak-hak induvidu diperkosa

Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai mahluk sosial justru harus member rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih “lemah” dari pada wujud sosial yang “besar” dan “kuat” .

Essensia manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaraan manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibanya didalam kebersamaan itu.

§    Manusia sebagai mahluk susila (morl being)

Pribadi  manusia yang hidup bersama itu melakukan antar hubungan dan antaraksi baikmlangsung maupun tak langsung. Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogin akan menjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.

Asas pandangan bahwa manusia sebgai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara priori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaraan susila tak dapt dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah didalam kehidupan sosial. Artinya kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Tiap hubungan sosialmengandung hubungan moral. Atau dengan kata-kata “tiada hubungan sosial tanp hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial”.

Hubungan sosial horizontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa, maksimal ialah pada taraf ethis atau kesusilaan (ethiska, nila-nilai filsafat, adat istiadat,hukum). Tetapi yang jelas semua nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan kesadaran asas normative itu menjadi kewajiban utama pendidikan.

Ketiga essensia tersebut di atas sebagai satu integritas adalah kodrat hakekat manusia secara potensial. Artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (akualisai) atau sebaliknya tidak terlaksana.

4.      KEPRIBADIAAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN
Apapun dan bagaimanapun kesimpulan ilmu pengetahuan dan filsafat tentang hakekat manusia, namun pengertian (kesimpulan) dimaksud dijadikan dasar untuk pembinaan kepribadian manusia. Dengan mengerti struktur jiwa dan hakekat manusia pembinaan aspek-aspek kepribadian menjadi lebih terarah pada saran yang tepat.
Peranan pendidikan dalam pembinaan kepribadian terutama tersimpul dalam usahanya merealisasi tujuan pendidikan. Karena itulah penentuan tujuan pendidikan bersumber atau ditentukan oleh asas-asas pandangan ontologism dan oxiologis.
Pendidikan yang terutama dianggap sebagai proses pengoperan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan bararti membina pribadi manusia untuk mengerti, berpengetahuan dalam arti seluasnya. Berpengetahuan atau tahu adalah asas utama untuk kebaikan, menuju kesempurnaan. Sedangkan ilmu mungkin hanya kita miliki melalui pendidikan, baik belajar melalui sekolah formal maupun informal (dalam masyarakat, made-self).
Dalam masyarakat bangsa-bangsa modern, lebih-lebih dalam rangka menjelang masa depan yang super modern, pendidikan dianggap satu-satunya media untuk membina keseimbangan antara bangsa yang maju di satu pihak dan bangsa yang “ketinggalan” dilain pihak.
Bagaimana peranan pendidikan, Brubacher melukiskan dengan kata sederhana: pendidikan, jika bukan kekuasaan, paling sedikit adalah potensi kekuasaan. Pendidikan akan member manusia apa yang tidak ia miliki sebelumnya; pendidikan akan member apa yang tidak ai miliki sebelimnya; pendidikan akan member alat proteksi yang selalu efekti bagi minat mereka.
Pendidikan dalam wujudnya selalu bertujuan membina kepribadian manusi, baik demi ultimate-goal apapun bagi tujua-tujuan dekat. Tujuan akhirpendidikan ialah kesempurnaan pribadi. Prinsip ini terutama berpangkal. Pada asas self-realisasi, yakni memrealisasi potensi-potensi yang sudah ada di dalam martabat kemanusianya.
Essensia kepribadian manusia, yang bersimpul dalam aspek-aspek : individualitas, sosialitas dan moralitas hanya mungkin menjadi realita (tingkahlaku, sikap) melalui pendidikan yang diarahkan kepada masing-masing essensia itu.
Dunia dan kebudayaan modern tidak sedikit pun meragukan nilai pendidikan bai kehidupan umat manusia. Kepemimpinan suatu bangsa dan proses regenerasi mereka tak mungkin tanpa pendidikan. Bahkan secara individual, tiada pekerjaan di dalam kehidupan manusia yang akan efektif dilaksanakan seseorang termaksud bahasa/bicara,berjalan, tanpa melalui proses pendidikan.
Penutup sub-sub bab ini dapat kita simpulkan uraian tentang hakekat manusia, baik menurut ilmu pengetahun, filsafat, maupun menurut antropologia metafisika sebagai berikut:
1.      Menurut filsafat pada umunya
a.       Monisme
Ø  Manusia mahluk alamiah yang sama dengan mahluk-mahluk dan benda alami, dikenai hukum obyektif kuasalitas. Manusia termaksud atas proses evolusi, substansia-nya hanyalah materi semata-mata. Kesadaran manusia dengan intelek atau rasionya tentang lingkungan dan kebutuhanya tersimpul dalam proses stimulus-response.
Ø  Manusia adalah mahluk alamiah bagaimana, daripada makrokosmos yang pada hakekatnya adalah spirit, rokhaniah. Sebab, Tuhan dan semesta itu adalah keseluruhan dalam kesatuan. Manusia adalah mahluk rokhanial, karna hanya rokhaninya itulah yang menyadari realita  semesta, dirinya sendiri dan Tuhan.

b.      Dualisme
Adalah kenyataan bahwa manusia menydari segala sesuatu yang ada di luar dirinya sebagian dengan melalui kontak langsung, dengan pancaindera. Pancaindera adalah pintu gerbang atau kunci kesadaraa. Kemudian realita luar itu melalui pancaindera sampai ke pusat system syarat, dan di sana ditafsirkan sebagai suatu kesadaran rasional, kesadaran rokhaniah. Manusia sebagai mahluk hidup adalah integritas antara unsure jasmani dan rokhaniah. Manusia tanpa rokhani, sebagai mayat, tidak berdaya apa-apa. Sebaliknya rokhani tanpa jasmani sebagai wadah atau alat untuk melakukan perintah dan kemauan rokhaniah, juga tidak mungkin.

2.      Menurut ilmu jiwa dalam

Freud berkesimpulan bahwa struktur jiwa manusia merupakan kesatuan tiga lapisan yang berbeda-beda watak dan fungsinya. Yaitu lapisan das Es dengan watak lust-principle, libido sexualis, egoistis, a-sadar, a-sosial, terisolasi dan a-normal.

Lapisan sadar, das Ich bersifat realistis. Ia berfugsi sebagai penengah antara dua kepentingan dan dua sifat yang bertentangan antara das Es dan das Uber Ich. Das Ich ini bersifat rasional, obyektif, realistis.

Lapisan tetatas, yang paling tinggi, juga dengan sifat yang sadar-norma, luhur, setia, pengabdi kepada nilai-nilai. Bagian das Uber Ich atau superego ini bersifat tidak saja logis, rasional, melainkan ethis-moral.

3.      Menurut anthropologia metafisika

Hakekat manusia adalah integritas antara wataknya sebagai mahluk individu, sebagai mahluk sosial dan sebagai susila.
Seluruh perwujudan dan tingkalaku manusia adalah pengejawantahan ketiga essensia itu dalam kadar perbandingan yang berbeda-beda di dalam realisasinya. Artinya ada seseorang yang realisasi aspek pertama amat menonjol; ada pula aspek kedua sebagai manusia sosial. Ataupun yang ketiga. Yang ideal ialah yng seimbang antara ketiga aspek tesebut.
Essensia yang potensi itu akan dipengaruhi oleh lingkungan dalam usaha realisasinya menjadi kenyataan, sebagai tingkahlaku (aktualitas).

















BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Tindakan nilai merupakan hal asasi yang terpenting untuk menentukan sesuatu baik atau buruk. Kalau hal ini sudah jelas maka kita akan bisa berkata perbuatan saya salah atau perbuatan saya baik, maka berdosalah saya jika demikian dan berpahalalah tindakan saya jika demikian.
 Nilai sosial memiliki ciri-ciri antara lain : a) merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi antara anggota, b) membantu masyarakat agar berfungsi dengan baik, c) dapat dipelajari atau bukan bawaan dari lahir, d) dapat mempengaruhi emosi, e) dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat, baik secara positif maupun negatif dll.
            Pembicaraan mengenai hakekat manusia ternyata terus-menerus berjalan dan tidak kunjung berakhir. Dang belum merasa puas dengan pandangan-pandang diatas, baik dari aliran serba zat,serba ruh maupun aliran dualisme. Ahli filsafat modern dengan tekun berfikir lebih lanjut tentang hakekat manusia mana yang merupakan exsistensi atau wujud sesungguhnya dari manusaia itu. Mereka yang memikirkan bagai mana exsistensi manusia atau wajud manusia itu sesungguhnya, disebut kaum exsistensialis dan aliran disebut aliran exsistensilisme.
            Jadi mereka ini mencari dari inti hakekat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Denagan demikian aliran ini memandang manusia tidak dari serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu tetapi memandangnya dari segiexsistensi manusi itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri didunia ini.

B. Saran
Apabila terdapai kesalahan pada makalah kami ini, kami mohon kritik dan saran dari para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Avey, Albert E., Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnes and Noble, Inc., 1955.
Brameld, Theodore, Philosophies of Education in Cultural perspective, New York, Holt,’ Rinehart & Winston, 1955.
Brauner, Charles J & Burns, Hobert W., Problems in Education Philosophy, New Jersey, Prentice Hall, Inc,. 1965.
Henry, Nelson B., Modern Philosophies System, New Jersey , Little find Adams & co, 1961.
Dr. Ki H. Dewantara, MasalahKebudayaan, Jogyakarta, TS ,. 1957.
Jallaluddin, Dr. dan Abdullah idi, Drs. Filsafat Pendidikan. Jakarta  : GNP, 1997
Arifin, H.M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bina Aksara, 1999.
Juhairini. Filsafat Pendidikan Islam . Jakarta : Bina Aksara, 1991.
Yusuf, A. M. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Balai Aksara, 1989.
                                           

1 komentar:

  1. vg music vg mp3 youtube
    vg mp3 mp3 youtube mp3 youtube mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video

    BalasHapus