BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dalam arti manusia
hidup dalam interaksi dan interdepedensi sesamanya. Manusia saling membutuhkan
sesamanya baik jasmani maupun rohani. Dalam proses interaksi inilah diperlukan
nilai-nilai , norma, dan aturan-aturan, karena ia menentukan batasan-batasan
dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Jadi dalam hubungan sosial dalam
masyarakat itulah secara mutlak adanya nilai-nilai karena tiada nilai-nilai
tanpa adanya hubungan sosial. Aturan hidup tersebut tidak selalu diwujudkan
secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia untuk melakukan atau
tidak melakukan hal tertentu. Sifatnya abstrak namun dapat dirasakan
manfaatnya.
Pemikiran tentang hakekat manusia sejak zaman dahulu kala
sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan tidan akak pernah
berakhir.
Ternyata orang menyelidiki manusia itu dari berbagai
sudut pandang . ilmu yang menyelidiki manusia dari segi pisik antor pologi
pisik, yang memandang manusia dari sudut pandang budaya disebut antorpologi
budaya, sedangkan manusia yang memandang manusia dari sudut pandang “Ada” nya
atau dari segi hakekatnya disebut antorpologi filsafat. Memikirkan
dan membicarakan mengenai hakekat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak
henti-hentinya berusaha dan mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan
yang mendasar mengenai manusia yaitu apa, dari mana dan kemana manusia itu.
B.RumusanMasalah
1. Bagaimana Pengertian Nilai dalam
kehidupan?
2. Bagaimana Munculnya Sistem Nilai dalam
Kehidupan Manusia?
3. Bagaimana Hubungan Norma dan Nilai dalam
Kehidupan Manusia?
4.
Apa pengertian filsafat?
5.
Bagaimana hakekat manusia dilihat dari sudut pandang filsafat?
6.Bagaimana
kaitan antara filsafat, pendidikan dan manusia?
C.Tujuan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Nilai dalam kehidupan.
2. Untuk Mengetahui Munculnya Sistem Nilai
dalam Kehidupan Manusia.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Norma dan Nilai dalam
Kehidupan Manusia.
4.
Untuk mengetahui pengertian filsafat.
5.Untuk
mengetahui hakekat manusia yang di lihat dari sudut pandang.
6.Untuk
mengetahui kaitan antara filsafat, pendidikan dan manusia.
D.Manfaat
Secara lebih kompleks makalah ini diharapkan bermanfaat
bagi:
1.
Penulis, sebagai
acuan dalam penulisan makalah berikutnya dan menambah pengetahuan tentang pendidikan itu
sendiri.
2.
Pembaca, sebagai
media informasi dalam pembelajaran mengenai peranan pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SISTEM
NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Manusia adalah mahluk budaya dan mahluk
sosial.Sebagai mahluk sosial manusia selalu hidup bersama dalam arti manusia
hidup dalam interaksi dan interdependensi sesamanya.manusia saling membutuhkan
sesamanaya baik jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun kerokhaniah (sosial,cinta).
Integritas kepribadian banyak ditentukan oleh
hubungan dengan nilai-nilai, yakni tingkat kesadaran nilai dan mutu
pelakasananya, amal perbuatan. niali-nilai didalam kehidupan manusia bahkan
merupakan dunia budaya manusia.
Aristoteles (384-32 SM) mangatakan bahwa manusia itu
adalah hewn barakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya yang berbicara
berdasarkan akal pikiranya.
Menurut tinjauan islam, manusia adalah pribadi atau
individu, yang berkeluarga dan selalu bersilaturohmi dan mengabdi kepada Tuhan.
Manusia juga adalah pemelihara alam sekitar, wakil Allah SWT. Diatas permukaan
bumi ini (Muntasir, 1985 : 5). Manusia dalam pandangan islam selalu berkaitan
dengan kisah tersendiri, tidak hanya sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku
putih, berjalan dengan dua kaki,
berbicara. Islam memandang manusia sebagai mahluk sempurna dibandingkan
dengan hewan. Dan mahluk ciptaan tuhan yang lain, Karena itu manusia disuruh
menggunakan akalnya dan indranya agar tidak salah memahami mana kebenaran yang
sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan.
1. Pengertian
nilai
Segala sesuatu yang ada dalam semesta,langsung atau
tidak langsung,disadari ataupun tidak disadari manusia,mengandung nilai-nilai
tertentu.Secara umum,scope pengertian nilai adalah tak terbatas.Segala sesuatu
dalam alam raya adalah bernialai.Nialai adalah seluas potensi keadaran
manusia.Nilai-nilai sedemikian universal dan tak terbatas.Tetapi ada pula orang
yang membatasi nilai-nilai dalam arti tertentu,yakni sebagai norma
tertentu.Seperti dinyatakan Celcius:Diamana ada
masyarakat,disana ada hukum.Nilai bukan semata-mata untuk memenuhi dorongan
intelek dan keinginan manusia.Nilai justru berfungsi untuk memmbimbng dan
membian manusia supaya menjadi lebih luhur,lebih matang sesuai dengan martabat
Human-dignity.Dan Human-dignity ini ialah tujuan itu sendiri,tujuan dan cita
manusia.
2.
Bentuk dan
tingkat-tingkat nilai
Manusia secara intrinsic ialah nilai itu sendiri dan
merupakan tujuan itu sendiri. “nilai-nilai” yang lain selain manusia, bernilai
untuk mencapai tujuan manusia, yaitu pribadi ideal. Tujuan manusia ialah
kebaikan dan keluhuran manusia sendiri, tidak mengejar sesuatu yang diluar
manusia.
Nilai instrumentel dapat juga dikategorikan sebagai
nilai yang bersifat relative dan subyektif. Dan nilai instrinsik keduanya lebih
tinggi dari pada nilai instrumental.
Ada pula para ahli yang membedakan bentuk
nilai-nilai berdasarkan untuk bidang apa nilai itu efektif berfungsi. Misalnya
ada nilai hukum, nilai moral, nilai ekonomi, nilai estentika, dn sebagainya.
Edward Spranger membeakan nilai berdasarkan interens
pribadi manusia. Ada enam tipe manusia karena kepribadian orang itu menganggap
salah satu nilai-nilai tersebut paling utama (dominan) bagi hidupnya.
Nilai-nilai tersebut ialah : nilai religi, nilai ilmiah, nilai ekonomi, nilai
politik, (kekuasaan, Negara) nilai estentika dan nilai sosial (nilai
kemanusiaan).
Pembagian tingkat perkembangan kebudayaan manusia
menurut Auguste Comte atas (1) tingkat theologies (2) tingkat metafisis (3)
tingkat positif, mengandung pula pengertian tentang tingkat nilai didalam
kebudayaan manusia. Bagi Comte ketiga tingkatan perkembangan itu merupakan pula
hierarkhi nilai dalam kehidupan manusia, tegasnya, nilai yang paling sederhana
rendah tarafnya ialah nilai theologies. Kemudian meningkat pada nilai filsafat;
dan terakhir manusia tiba pada nilai tertinggi yang positif, yakni nilai
pengetahuan eksakta.
Pada umumnya masyarakat menganut pendapat bahwa
hierarki nilai didalam kehidupan manusia ialah identik dengan hierarki
tingkat-tingkat kebenaran. Sedangkan tingkat religious, disamping merupakan
tingkat integritas kepribadian yang mencapai tingkat budhi (consciencia, insane
kamil), juga materi kebenaran dan kebaikan religious itu bersifat mutlak,
universial dan suci.
Adapun nilai-nilai yang berwujud patriotisme,
heroisme, alturuisme, kesadaran tanggungjawab, cinta sesame, demokrasi dan
sebagainya adalah produk daripada kesadaran nilai yang fundamental yang
bersumber pada keempat nilai dalam hierarki tersebut. Artinya, baik sebagai
produk daripada salah satu, sebagian atau semuanya (keempat-empat nilai
tersebut).
3.
Nilai-nilai pendidikan
dan tujuan pendidikan
Menurut Noor
Syam, bahwa pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai
terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan
nilai agama yang semuanya tersimpul didalam tujuan pendidikan yakni membina
kepribadian ideal.
Pendidikan
secara praktis tak terpisahkan dengan nilai-nilai terutama yang meliputi :
kualitas kecerdasan, kerajinan, ketekunan ;bahkan nilai yang dijabarkan dalam
wujud kelas (tingkat,grade), nilai berupa rank, score, marks.
Pendidikan
sebagai ilmu praktis yang normative berarti menetapkan asa norma yang hendak
dilaksanakan oleh proses pendidikan. Ilmu pendidikan menjadi pembimbing praktis
pelaksanaan membina kepribadian manusia.
Negara dan
lembaga-lembaga pendidikan umum hendaknya selalu mempertimbangkan realita bahwa
manusia itu menduduki status rangkap : (1) manusia sebagai pribadi dengan
nilai-nilai yang amat bersifat pribadi pula, (2) manusia sebagai warga
masyarakat, warga Negara ; manusia sebagai mahluk sosial.
1.Cara penetapan tujuan pendidikan
Untuk menetapkan tujuan pendidikan,para pendidik
mengapproach masalah itu meliputi:
a.Approach melalui analisa historis lembaga-lembaga
sosial orang berorentasi kepada realita yang sudah ada,yang telah tumbuh
sepanjang sejarah banagsa itu.
b.approach pendekatan berdasarkan analisa ilmiah tentang
realita kehidupan sekarang yang aktual.
2.Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan, baik itu pada
isinya ataupun rumusanya tidak akan mungkin dapat kita tetapkan tanpa
pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai pendidikan, akan
lebih jelas kalau dilihat melalui rumusan dan uraian tentang pendidikan
Tujuan pendidikan biasanya
dirumuskan dalam bentuk tujuan akhir,sebab tujuan akhir ini meliputi semua
tujuan pendidikan.Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas
pribadi.ada pula yang merumuskan dengan
kata-kata kesempurnaan.
Ada pula yang memperinci tujuan
pendidikan itu dalam bentuk taksonomi yang meliputi:
a.Pembinaan kepribadian(nilai
formal)
·
Siakap(attitude)
·
Daya pikir kritis
rasional
·
Objectivitas
·
Loyalitas kepada bangsa
dan ideology
·
Sadar nilai-nilai moral
dan agama
b.Pembiaan aspek
pengetahuan praktis
c.Pembinaan potensi
jasmani yang sehat dan kuat
4.Ethika Jabatan
Fungsi dan tanggung jawab mendidik
dalam masyarakat hampir merupakan Kewajiban setiap warga masyarakat. Setiap
warga masyarakat yang sadar akan nilai dan peranaan pendidikan bagi generasi
muda, khususnya anak-anak di dalam lingkungan keluarga sendiri, akan rela
mengembangkan tugas pendidik itu. Secara kodrati, atau secara naluri, atau
apapun namanya, tiap orang tua merasa berkepentingan dan berharap supaya
ank-anaknya menjadi manusia atau orang yang mampu berdiri sendiri.
Pengertian masyarakat tentang
kewajiban mendidik itu terutama dibebankan kepada ibu rumah tangga,sebab suami
(bapak) dianggap sibuk mencari nafkah. Konsepsi demikian sudah kurang
tepat, sebab dalam zaman modern ini
banyak pula wanita yang turut berperan di dalam masyarakat (kegiatan sosial)
bahkan banyak juga yang mencari nafkah,
Bahwa Ibu dalam mendidik anak lebih
langsung, lebih mesra, lebih alamiah, dan yang pertama – sejak dalam rahim -
memang ada benarnya. Tetapi bahwa ayah dengan demikian menjadi sekunder, adalah
konsepsi yang keliru. Kedua orang tua tetap mengembangkan tuas mendidik yang
sama menurut waktu dan kemampuan yang ada padanya. Cinta dan kewibawaan
mendidik seperti di atas adalah kewi
Kaum profesional ialah mereka yang telah menempuh
pendidikan relative cukup lama,mengalami latihan-latihan khusus.itulah sebabnya
kehormatan mereka memepunyai konsekuensi dan kewajiban yang besar dalam arti
mereka punya kewajiban-kewajiban moral yang lebih dari pada orang kebanyakan
umumnya.Asas-asas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum
dapat dikemukakan.
Asas-asas dimaksud misalnya;
1.
Melaksankan kewajiban
dengan dasar good will atau I’tikad baik, dengan kesadaraan pengabdian.
2.
Memperlakukan siapa
pun, anak didik atau pun kolega sebagai satu pribadi yang sama dengan pribadi
dirinya sendiri. Manusia pada umumnya harus di anggap sebagai tujuan ; dan
bukan sebagai alat untuk kepentingan siapa pun.
3.
Menghormati prestige,
perasaan setiap orang
Terutama
menyimpan rahasia yang berhubungan dengan kasus-kasus pribadi, hal pribadi
seseorang, seperti halnya juga royal dalam menyimpan rahasia Negara, sebaliknya
menghormati prestasi seseorang tanpa menyembunyikan rasa hormat, penghargaan
yang sewajarnya kepada mereka yang berhak.
4.
Selalu berusaha
menyumbangkan ide-ide, konsepsi-konsepsi dan karya-karya (ilmiah) demi kemajuan
bidang kewajibanya (misalnya. Pendidikan). Adalah tidak susila menyembunyikan
suatu penemuan ilmiah apapun, sehingga masyarakat tidak mendaptkan manfaat
apapun dari pemikiranya.
5.
Akan menerima haknya
semata-mata sebagai satu kehormatan, dan bukan karna vested-interens.
Kelima prinsip
kode etika jabatan ini mungkin dengan modifikasi tertentu mengalami
interprestasi dan re-interprasi menurut tempat, dan zaman. Hal demikian di luar
wewenang filsafat pendidikan untuk menetapkan secara definitive batas-batas
modefikasi itu.
B.PANDANGAN
FILSAFAT TENTANG HAKEKAT MANUSIA
Manusia adalah subyek
pendidikan,sekaligus juga sebagai obyek
pendidikan. Manusia dewasa yang berkebudyaan adalah subyek pendidiakn
dalam arti yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka
berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi maupun anak-anak mereka,
generasi penerus mereka.
Manusia yang belum
dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan
maupun proses kematangan dan integritas, adalah “obyek” pendidikan. Artinya
mereka adalah sasaran atau “bahan” yang dibina.
Proses pendidikan, yang
berlangsung di dalam interaksi yang pluralistis (antara-subyek dengan
lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya.
Sejarah usaha manusia
untuk mengerti dirina sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ada ilmu
pengetahuan. Ilmu jiwa (psikologis) yang mula-mula berupa ilmu jiwa metafisika
dalah salah satu usaha tersebut. Manusia adalah mahluk misterius, yang unik dan
penuh rahasia.
Meskipun sejarah usaha
manusia untuk mengerti dirinya sendiriitu relative panjang umurnya, namun
prosesnya berlangsung sesudah manusia mengerti alam semesta. Artinya manusia
lebih dulu mengerti atau menggangap mengerti makrokosmos, barulah manusia
mengerti mikrokosmos. Manusia aktif dan gandrung untuk mengembara “menjelajah”
alam yang asing dilingkungan hidupnya, benda-benda alami seperti objek
“pertanyaan” dan “ objek penelitian.
Manusia sebagai subjek
dihadapkan kepada fenomena bru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem
yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. Manusia mulai
bertanya, siapakah atau apakah aku ini sesungguhnya. Manusia sebagai subjek
menjadikan dirinya sendiri (sebagai pribadi dans ebagai keutuhan) sebagai objek
yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahamanya. “kenalilah dirimu!”
adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang ideal, khususnya amat
bersifat pedagogis disamping bernilai filosofi.
Untuk mengerti dan
mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukaranya; apa
yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan
belum representative. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa jauh
lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.
Perwujudan kepribadian
seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan
antaraksinya dengan lingkungan hidupnya. Apa yang kita simpulkan sebagai
pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia
secara aktif dan terus menerus di dalam antar hubungan dan antaraksi antar
sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia,
yang telh berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.
Usaha manusia untuk
mengerti dirinya itu adalah usaha lebih jauh, atau termaksud bidang antologi.
Sebab sesungguhnya, pribadi manusia itu adalah satu yakni realita di dalam
makrokosmos.
1.
PANDANGAN ILMU
PENGETAHUAN TENTANG MANUSIA
Ilmu pengetahuan yang khusus
menyelidiki manusia sebenarnya cukup banyak. Ada ilmu pendidikan, ilmu
sosiologi, ilmu kesehatan, genetika, bahkan ilmu ekonomi, ilmu politik; ada
pula ilmu jiwa yang akhir-akhir ini makin berkembang. dasar
Perlu kita mengetahi bahwa
ilmu-ilmu dasar (basicsocialscinsce) dan humanities ialah ilmu yang mengarahkan
pusat perhatian dan orientasinya demi pengertian yang lebih baik tentng manusia
dan “dunia”nya. Ilmu-ilmu itu meliputi: sejarah, ilmu bumi, ekonomi, politik,
keragaman Negara, sastra dan filsafat.
Usaha ilmu dalam rangka pembinaan
manusia ideal merupakan program utama di dalam pendidikan modern. Humanistic
oriented atau antropocentrisme demikian adalah wajar, sebab manusia
berkewajiban untuk membin dirinya sendiri baik baik sebagai pribadi, maupun
sebagai keseluruhan.
Manusia tak terpisahkan dari
lingkungn hidupnya, baik lingkungan alamiah, maupun lingkungan phisik/materiil;
dan lebih-lebih lingkungan sosial (manusia dan nilai-nilai yang ada). Dan
reaksi-reaksi itu dimaksudkan sebagai proses adaptasi dan re-adaptasi yang
bertujuan supaya manusia tetep survive, tetap hidup.
Pandangan freud tentang struktur
jiwa (kepribadian) merupakan kesimpulan ilmu pengetahuan (psikologi dalam) yang
ada bersamanya dengan kesimpulan filsafat manusia (anthropologia-metafisika).
Bahwa struktur jiwa merupakan satu
integritas tiga lapisan, yang secara teoritis analitis dapat dibedakan sebagai
berikut:
a.
Bagian yang disebut das
Es atau bagian dasar (the Id)
b.
Bagian jiwa yang
disebut das Ich (=aku,ego)
c.
Bagian atas atau das
Uber Ich (superego)
Berdasarkan
anlisis atas struktur jiwa manusia atau kepribadian itu nyatalah bahwa
tingkahlaku manusia bersumber dan ditentukan oleh ketiga bagian tersebut. Oleh
sebab itu pengertian kita,istemewa pendidikan, wajib diperdalam untuk lebih
memahami tingkah laku atau watak seseorang.
Sebagaimana
kita ketahui ilmu jiwa bagi ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang
amat bernilai. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori.
Pendidikan tanpa mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk
apa, bagaimana, dan mengapa manusia didik
.
2. MASALAH
ROKHANI DAN JASMANI
Mahluk manusia yang disebut dengan
istilah yang bermacam-macam seperti homo faber, homo sapiens, homo rationale,
animale social, mencerminkan gambaran apa yang terkandung sebagai sifat asasi
manusia.
Maka tidak heran kalau sejak dulu
manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan antara unsure manusia yang
bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani berpendapat
bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus, dan yang dapat meninggalkan
badan. Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya.
Sejalan dengan problema klasik yang
dinyatakan di atas, of what is man made, maka lahirlah berbagai aliran,
pendapat, aliran filsafat. Akan tetapi aliran-aliran tersebut bersumber dari
approach pemikiran yang sama, yaitu berpangkal pada pertanyaan; dari “bahan”
apakah manusia itu berasal.
Penyelidikan atas dasar approach
demikian, dapat kita anggap sebagai pendekatan yang elementer, sebab pusat
perhatian dan titik sentral orientasi ialah atas unsure-unsur yang membentuk
manusia. Dengn demikian asas konstruksi gestalt daropada unsure-unsur itulah
yang lebih utama dibandingkan dengan unsur-unsur secara tersendiri.
Namun sebagai bahan perbandingan
untuk memperkaya pemahaman kita atas manusia, ada baiknya kita ikuti uraian
pokok-pokok pikiran masing-masing aliran.
1.
Aliran Monisme
Monisme ialah
faham yang menggangap bahwa seluruh semesta, makrokosmos termaksud manusia
sebagai mikrokosmos, hanya terdiri dari satu asas, satu zat. Faham yang
mendasarkan wujud realita ini bersumber atau berbentuk dari satu zat (asas
tunggal, monoisme = monisme) ini dapat dibedakan pula antara:
§ Faham
metarialisme
Aliran ini,
berfikir amat sederhana. Mereka berpangkal atas realita sebagaimana adanya.
Bahwa segala sesuatu dalam alam ini ialah semua yang dapat di observasi, baik
wujudnya maupun gerak dan tingkah lakunya. Berasarkan kenyataan itu, maka
realita semesta ini pasrilah bagaimana apa yang kita lihat, yaitu semuanya
adalah materi, serba zat, serba benda.
§ Faham
idealisme
Termaksud
didalam faham atau aliran monism yang kedua ini ialah idealisme, spiritualisme,
rasionalisme. Bagi penganut aliran ini maka fungsi mental ialah apa yang nampak
dalam tingkah laku : karna itu jasmani atau tubuh (materi,zat) merupakan alat
jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rokhani, spirit,
rasio) manusia.
2.
Aliran Dualisme
Aliran ini melihat realita semesta
sebagai sintesa kedua katagori animate dan inanimate , mahluk hidup dan benda
mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rokhani dan jasmani, jiwa dan
raga. Penganut aliran ini tidak mempertentangkan realita benda mati di satu
pihak, dengan hakluk hidup di lain pihak. Adalah memang sudah kodrat alam bahwa
realita benda (zat materi) berbeda dengan asas nonmaterial, yang rokhaniah
Pengertian kita tentang kesatuan
itu terutama untuk menyadari, bahwa pribadi manusia justru bukanlah sesuatu
realita yang sederhana sebagaimana realita lainya didalam alam semesta ini.
Pribadi manusia adalah satu totalitas, sebagai satu individu dengan kepribadian
yang unik, baik sebagai umat manusia keseluruhan dan maupun sebagai satu
pribadi. Penganut aliran teori dualitis ini melaksanakan prinsip psikologi
pendidikan yang meliputi:
v
Asas rasional sebaga
fenomena mental, atau fungsi dan aktisitas mental.
v Asas
dinamis sebagai fenomena phisik, yakni aktifitas, gerak dan tingkah laku
jasmaniah
Kedua
asas ini merupakan satu integritas dalam pengalaman pribadi manusia. Keduanya
adalah realita manusia, manifestasi kepribadian. Dengan demikian semua
aktifitas manusia merupakan hasil kerjasama asas rokhaniah dan asas jasmani.
Adalah pula kenyataan, bahwa mind atau spirit merupakan sumber aktifitas,
motivasi suara aktifitas.
Perbedaan-perbadaan
antara aliran-aliran tersebut nampaknya amat prinsipilil. Akan tetapi karena
semuanya berusaha untuk mancari pengertian tentang hakekat manusia itu demi
tujuan pembinaan manusia itu sendiri, maka sebagian dari mereka berusaha pula
mensintesakan semua pokok-pokok ajaran masing-masing aliran untuk tujuan
pendidikan.
Persoalan
rokhani jasmani akan tetap masalah hangat sepanjang sejarah berpikir umat
manusia. Persoalan ini akan tetap menjadi thema utama dalam pemahaman identitas
kepribadian manusia. Karena thema ini menempatkan posisi subjek sekaligus
sebagai objek penyelidikan.
3.
PANDANGAN ANTHROPOLOGI
METAFISIKA
Asas-asas yang disungguhkan monism dan dualisme
bertolak pada analisis tentang unsur pembentuk manusia. Jadi bagaimana pun
orientasi mereka tetap bersifat elementer, karena menganalisa unsure-unsur yang
membentuk manusia.
Dengan demikian manusia tak hanya dianalisi secara
objektif, bagaimana adanya, sebagai mana pribadi manusia. Melainkanmengerti
manusia melakukan prakarsa, rasa dan karsa, bahkan juga karya dan prestasi
karena dorongan-dorongan yang juga amat kompleks. Dengan demilkian memahami
manusia haruslah dalam hubunganya dengan dunia manusia, yakni kebudayaan
manusia secara keseluruhan.
Apa yang dimaksud dengan “dunia manusia” dalam makna
yang mencakup diatas. Dalam rangka itulah kita perlu mengadakan reorintasi atas
dimensi-dimensi ruang lingkup kesadaraan manusia. Hal ini akan menjadi lebih
jelas dalam uraian antropologi metafisika tentang hekekat manusia.
Antropologia metafisika berkesimpulan bahwa hakekat
manusia integrita antara kesadaran-kesadara, dan dapat dijelaskan secara
singkat;
§
Manusia sebagai makhlu
individu (individual being)
Kesadaran
manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia.
Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaraan adanya pribadi di antara
segala realitas adalah pangkal segala kesadaraan terhadap segala sesuatu.
Manusia
sebagai individu, sebagai pribadi adalah satu kenyataan yang paling real dalam
kesadaraan manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat
orientasi, melalui instropeksi dan proyeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah
dirinya sendiri sebagai subjek.
Makin
manusia sadar akan dirinya sesungguhnya makin sadar manusia akan kesemestaan,
karna posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta. Antar
hubungan dan antaraksi pribadi itulah ilah yang melahirkan
konsekuensi-konsekuensi seperti hak (asasi) dan kewajiban, norma-norma moral,
nilai-nilai sosial, bahkan juga nilai-nilai supranatural berfungsi untuk
manusia.
Makna
individualitas menurut Allport, menunjukkan wujud berdiri sendiri dan sifat
otonom serta sifat unik (uniqueness) tiap pribadi (personality). Dan makna
personality ialah what a man really is, dan bagaimana manusia itu dalam
antarhubungan dan antraksi dengan lingkunganya.
Manusia
sebagai individu memiiia hak (asasi) sebagai kodrat alami atau sebagai anugerah
tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak
kemerdekaan dan hak milik.
§
Manusia sebagai mahluk
sosial (social being)
Kesadaran
diri sendiri membuka kesadaraan atas segala sesuatu sebagai realita di seamping
realita subjek. Kedudukan setiap pribadi mempunyai martabat kemanusiaan (human
dignity) yang sederajat, maka wajarlah kita menghormati setiap pribadi.
Perwujudan
kita sebagai mahluk sosial terutama Nampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada
manusia yang mampu (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orng lain. Di
dalam kehidupan manusia selanjutnya, selalu ia hidup sebagai warga suatu
kesatuan hidup, warga masyarakat, warga Negara, warga suatu kelompok
kebudayaan, warga suatu aliran kepercayaan, warga suatu ideology politik dan
sebagainya.
Manusia
sebagaimahluk sosial disamping berarti bahwa manusia hidup bersama
(gemeinschafts, kebersamaan), maka sifat interdepedensi itu merupakan watak
inherent kesadaran sosial.
Hidup
bersama dalam antar hubungan,antraksi dan interdepedensi itu mengandung pula
konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negative. Keadaan
positif dan negative ini adalah perwujudan daripada nilai-nilai dan sekaligus
watak individualis manusia.
Asas
sosil dalam kodrat manusia, separti juga asas individualitas adalah
potensi-potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi-kondisi tertentu. Ini
berarti bahwa pelaksanaan kesadarn sosial manusia hanya dimungkinkan oleh
kondisi sosial itu sendiri. Artinya, jika di dalm hidup kebersamaan (sosial)
itu individu kehilangan individualitasnya (hak-hak asasi), maka potensi
kesadaran sosial manusia menjadi tidak maksimal.
Akan
tetapi, meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur didalam
identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan tidak hanya terbentuk oleh
individu-individu. Bahkan integritas sosial itu akan bila mana hak-hak induvidu
diperkosa
Sebaliknya,
kesadaran manusia sebagai mahluk sosial justru harus member rasa tanggung jawab
untuk mengayomi individu yang jauh lebih “lemah” dari pada wujud sosial yang
“besar” dan “kuat” .
Essensia
manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaraan manusia tentang status dan
posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan
kewajibanya didalam kebersamaan itu.
§
Manusia sebagai mahluk
susila (morl being)
Pribadi manusia yang hidup bersama itu melakukan
antar hubungan dan antaraksi baikmlangsung maupun tak langsung. Oleh karena itu
keadaan yang cukup heterogin akan menjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan
masing-masing pribadi.
Asas
pandangan bahwa manusia sebgai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa
budi nurani manusia secara priori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma.
Kesadaraan susila tak dapt dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru
adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah
didalam kehidupan sosial. Artinya kesusilaan atau moralitas adalah fungsi
sosial. Tiap hubungan sosialmengandung hubungan moral. Atau dengan kata-kata
“tiada hubungan sosial tanp hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa
hubungan sosial”.
Hubungan
sosial horizontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa, maksimal ialah pada
taraf ethis atau kesusilaan (ethiska, nila-nilai filsafat, adat
istiadat,hukum). Tetapi yang jelas semua nilai-nilai itu, atau prinsip
pembinaan kesadaran asas normative itu menjadi kewajiban utama pendidikan.
Ketiga
essensia tersebut di atas sebagai satu integritas adalah kodrat hakekat manusia
secara potensial. Artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia
potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (akualisai) atau
sebaliknya tidak terlaksana.
4.
KEPRIBADIAAN MANUSIA
DAN PENDIDIKAN
Apapun dan bagaimanapun
kesimpulan ilmu pengetahuan dan filsafat tentang hakekat manusia, namun
pengertian (kesimpulan) dimaksud dijadikan dasar untuk pembinaan kepribadian
manusia. Dengan mengerti struktur jiwa dan hakekat manusia pembinaan
aspek-aspek kepribadian menjadi lebih terarah pada saran yang tepat.
Peranan pendidikan
dalam pembinaan kepribadian terutama tersimpul dalam usahanya merealisasi
tujuan pendidikan. Karena itulah penentuan tujuan pendidikan bersumber atau
ditentukan oleh asas-asas pandangan ontologism dan oxiologis.
Pendidikan yang
terutama dianggap sebagai proses pengoperan kebudayaan, pengembangan ilmu
pengetahuan bararti membina pribadi manusia untuk mengerti, berpengetahuan
dalam arti seluasnya. Berpengetahuan atau tahu adalah asas utama untuk
kebaikan, menuju kesempurnaan. Sedangkan ilmu mungkin hanya kita miliki melalui
pendidikan, baik belajar melalui sekolah formal maupun informal (dalam
masyarakat, made-self).
Dalam masyarakat
bangsa-bangsa modern, lebih-lebih dalam rangka menjelang masa depan yang super
modern, pendidikan dianggap satu-satunya media untuk membina keseimbangan
antara bangsa yang maju di satu pihak dan bangsa yang “ketinggalan” dilain
pihak.
Bagaimana peranan
pendidikan, Brubacher melukiskan dengan kata sederhana: pendidikan, jika bukan
kekuasaan, paling sedikit adalah potensi kekuasaan. Pendidikan akan member
manusia apa yang tidak ia miliki sebelumnya; pendidikan akan member apa yang
tidak ai miliki sebelimnya; pendidikan akan member alat proteksi yang selalu
efekti bagi minat mereka.
Pendidikan dalam
wujudnya selalu bertujuan membina kepribadian manusi, baik demi ultimate-goal
apapun bagi tujua-tujuan dekat. Tujuan akhirpendidikan ialah kesempurnaan
pribadi. Prinsip ini terutama berpangkal. Pada asas self-realisasi, yakni
memrealisasi potensi-potensi yang sudah ada di dalam martabat kemanusianya.
Essensia kepribadian
manusia, yang bersimpul dalam aspek-aspek : individualitas, sosialitas dan
moralitas hanya mungkin menjadi realita (tingkahlaku, sikap) melalui pendidikan
yang diarahkan kepada masing-masing essensia itu.
Dunia dan kebudayaan
modern tidak sedikit pun meragukan nilai pendidikan bai kehidupan umat manusia.
Kepemimpinan suatu bangsa dan proses regenerasi mereka tak mungkin tanpa
pendidikan. Bahkan secara individual, tiada pekerjaan di dalam kehidupan
manusia yang akan efektif dilaksanakan seseorang termaksud
bahasa/bicara,berjalan, tanpa melalui proses pendidikan.
Penutup sub-sub bab ini
dapat kita simpulkan uraian tentang hakekat manusia, baik menurut ilmu
pengetahun, filsafat, maupun menurut antropologia metafisika sebagai berikut:
1. Menurut
filsafat pada umunya
a.
Monisme
Ø Manusia
mahluk alamiah yang sama dengan mahluk-mahluk dan benda alami, dikenai hukum
obyektif kuasalitas. Manusia termaksud atas proses evolusi, substansia-nya
hanyalah materi semata-mata. Kesadaran manusia dengan intelek atau rasionya
tentang lingkungan dan kebutuhanya tersimpul dalam proses stimulus-response.
Ø Manusia
adalah mahluk alamiah bagaimana, daripada makrokosmos yang pada hakekatnya
adalah spirit, rokhaniah. Sebab, Tuhan dan semesta itu adalah keseluruhan dalam
kesatuan. Manusia adalah mahluk rokhanial, karna hanya rokhaninya itulah yang
menyadari realita semesta, dirinya
sendiri dan Tuhan.
b. Dualisme
Adalah
kenyataan bahwa manusia menydari segala sesuatu yang ada di luar dirinya
sebagian dengan melalui kontak langsung, dengan pancaindera. Pancaindera adalah
pintu gerbang atau kunci kesadaraa. Kemudian realita luar itu melalui
pancaindera sampai ke pusat system syarat, dan di sana ditafsirkan sebagai
suatu kesadaran rasional, kesadaran rokhaniah. Manusia sebagai mahluk hidup
adalah integritas antara unsure jasmani dan rokhaniah. Manusia tanpa rokhani,
sebagai mayat, tidak berdaya apa-apa. Sebaliknya rokhani tanpa jasmani sebagai
wadah atau alat untuk melakukan perintah dan kemauan rokhaniah, juga tidak
mungkin.
2. Menurut
ilmu jiwa dalam
Freud berkesimpulan bahwa struktur
jiwa manusia merupakan kesatuan tiga lapisan yang berbeda-beda watak dan
fungsinya. Yaitu lapisan das Es dengan watak lust-principle, libido sexualis,
egoistis, a-sadar, a-sosial, terisolasi dan a-normal.
Lapisan sadar, das Ich bersifat
realistis. Ia berfugsi sebagai penengah antara dua kepentingan dan dua sifat
yang bertentangan antara das Es dan das Uber Ich. Das Ich ini bersifat
rasional, obyektif, realistis.
Lapisan tetatas, yang paling
tinggi, juga dengan sifat yang sadar-norma, luhur, setia, pengabdi kepada nilai-nilai.
Bagian das Uber Ich atau superego ini bersifat tidak saja logis, rasional,
melainkan ethis-moral.
3. Menurut
anthropologia metafisika
Hakekat manusia adalah integritas
antara wataknya sebagai mahluk individu, sebagai mahluk sosial dan sebagai susila.
Seluruh
perwujudan dan tingkalaku manusia adalah pengejawantahan ketiga essensia itu
dalam kadar perbandingan yang berbeda-beda di dalam realisasinya. Artinya ada
seseorang yang realisasi aspek pertama amat menonjol; ada pula aspek kedua
sebagai manusia sosial. Ataupun yang ketiga. Yang ideal ialah yng seimbang
antara ketiga aspek tesebut.
Essensia yang
potensi itu akan dipengaruhi oleh lingkungan dalam usaha realisasinya menjadi
kenyataan, sebagai tingkahlaku (aktualitas).
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Tindakan
nilai merupakan hal asasi yang terpenting untuk menentukan sesuatu baik atau
buruk. Kalau hal ini sudah jelas maka kita akan bisa berkata perbuatan saya
salah atau perbuatan saya baik, maka berdosalah saya jika demikian dan berpahalalah
tindakan saya jika demikian.
Nilai sosial memiliki ciri-ciri
antara lain : a) merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui
interaksi antara anggota, b) membantu masyarakat agar berfungsi dengan baik, c)
dapat dipelajari atau bukan bawaan dari lahir, d) dapat mempengaruhi emosi, e)
dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat, baik secara positif
maupun negatif dll.
Pembicaraan
mengenai hakekat manusia ternyata terus-menerus berjalan dan tidak kunjung
berakhir. Dang belum merasa puas dengan pandangan-pandang diatas, baik dari
aliran serba zat,serba ruh maupun aliran dualisme. Ahli filsafat modern dengan
tekun berfikir lebih lanjut tentang hakekat manusia mana yang merupakan
exsistensi atau wujud sesungguhnya dari manusaia itu. Mereka yang memikirkan
bagai mana exsistensi manusia atau wajud manusia itu sesungguhnya, disebut kaum
exsistensialis dan aliran disebut aliran exsistensilisme.
Jadi mereka ini mencari dari inti
hakekat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Denagan
demikian aliran ini memandang manusia tidak dari serba zat atau serba ruh atau
dualisme dari dua aliran itu tetapi memandangnya dari segiexsistensi manusi itu
sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri didunia ini.
Apabila terdapai kesalahan pada makalah kami ini, kami
mohon kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Avey,
Albert E., Handbook in the History of
Philosophy, New York, Barnes and Noble, Inc., 1955.
Brameld,
Theodore, Philosophies of Education in
Cultural perspective, New York, Holt,’ Rinehart & Winston, 1955.
Brauner,
Charles J & Burns, Hobert W., Problems
in Education Philosophy, New Jersey, Prentice Hall, Inc,. 1965.
Henry,
Nelson B., Modern Philosophies System,
New Jersey , Little find Adams & co, 1961.
Dr.
Ki H. Dewantara, MasalahKebudayaan,
Jogyakarta, TS ,. 1957.
Jallaluddin,
Dr. dan Abdullah idi, Drs. Filsafat Pendidikan. Jakarta : GNP, 1997
Arifin,
H.M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bina Aksara, 1999.
Juhairini. Filsafat
Pendidikan Islam . Jakarta : Bina Aksara, 1991.
Yusuf,
A. M. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Balai Aksara, 1989.
vg music vg mp3 youtube
BalasHapusvg mp3 mp3 youtube mp3 youtube mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video mp3 video